Hari sampah nasional ditetapkan tanggal 21
Febuari sejak tahun 2005 untuk mengenang tragedi longsornya TPA Leuwigajah. Lima tahun lalu, tepatnya 21 Februari 2005 pada
dini hari, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah longsor dan mengubur
143 orang tewas seketika. Sekitar 137 rumah di Desa Batujajar Timur, Kecamatan
Batujajar, Kabupaten Bandung dan dua rumah di Desa Leuwigajah, Cimahi, Provinsi
Jawa Barat juga tertimbun longsoran sampah dengan ketinggian mencapai 3 meter.
Selain itu, ribuan ton kubik sampah juga mengubur
kebun dan lahan pertanian milik warga Kampung Pojok, Cimahi Selatan Tragedi ini
kemudian dicanangkan sebagai Hari Sampah Nasional. Tentu, ini dimaksudkan agar
semua pihak peduli dengan masalah pengelolaan sampah ini. Lebih jauh lagi,
sudah saatnya TPA dikelola secara benar.
Pertambahan penduduk dapat menyebabkan
bertambahnya volume sampah. Hal ini dipengaruhi juga oleh pola konsumsi
masyarakat dan paradigma masyarakat yang masih menganggap sampah sebagai
sesuatu yang harus dibuang atau disingkirkan. Di sisi lain pengelolaan sampah
hanya dilakukan sebagai sesuatu yang pengelolaannya bersifat rutin yaitu hanya
dengan cara memindahkan, membuang, dan memusnahkan sampah. Pada akhirnya hal
ini berdampak pada semakin langkanya tempat untuk membuang sampah dan produksi
sampah yang semakin banyak mencapai ribuan m3 per hari. Masalah
ini biasa menimbulkan masalah lagi yaitu dapat menyebabkan munculnya TPA/TPS
illegal dalam arti membuang sampah di lahan kosong atau di sungai-sungai.
Lingkungan hidup saat ini menunjukan gejala yang
makin memprihatinkan, mulai dari pencemaran air sungai baik yang disebabkan
pembuangan limbah pabrik maupun limbah domestik, pencemaran udara yang
disebabkan karena pembuangan gas emisi baik dari pabrik maupun kendaraan
bermotor, hingga masalah krisis air bersih yang makin mengancam di masa yang
akan datang. Salah satu persoalan lingkungan yang belum menunjukkan perbaikan
yang berarti adalah masalah Gerakan mengurangi sampah
Untuk itu maka dalam rangka mengurangi “beban”
pemerintah kota dalam mengurusi masalah sampah maka kita harus bersikap lebih
“bijak”, yakni mengurangi “nyampah”. Gerakan mengurangi sampah tersebut
dilakukan mulai dari hulu (industri) hingga hilir (konsumen/masyarakat). Di
tingkat industri pengurangan sampah dilakukan mulai dari merancang kemasan
produk, penantuan bahan kemasan produk, hingga bertanggung jawab terhadap
kemasan produk yang berada di tingkat konsumen. Di tingkat konsumen atau
masyarakat pengurangan sampah dapat dilakukan dengan merubah berbagai kebiasaan
yang menyebabkan timbulnya sampah, misalnya dalam berbelanja ke pasar atau ke
supermarket maka bawalah kantong dari rumah yang dapat digunakan khusus
berbelanja jadi tidak menggunakan kantong kresek, janganlah membuang produk
yang masih bisa digunakan tapi sumbangkan ke orang lain yang mungkin
membutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar